Tugas B.Indonesia
Menyusun
Teks Cerpen Secara Berkelompok
Tema : Persahabatan
dan Petualangan
Petualangan asri dan pandu
Orientasi
Ia menggendong sahabatnya yang sedang terluka sambil
mencari bantuan. “Tolong...tolong...”
teriak Pandu dengan terengah-engah. Tak
berapa lama kemudian, ia melihat seorang nenek tua yang sedang mengumpulkan
kayu bakar. Pandu lalu mendekati nenek
itu dan meminta bantuannya. “Permisi
nek, saya Pandu. Apakah nenek mau
menolong teman saya yang sedang terluka?” tanya Pandu. “Ya, tentu boleh. Cepat bawa teman kamu ke rumah nenek! Mari,
lewat sini!” jawab sang nenek.
Asri nampak tak sadarkan diri dengan luka di kepalanya
akibat benturan keras dua jam yang lalu.
Tak lama setelah diobati, Asri pun sadar. Asri dan Pandu berterima kasih pada sang
nenek karena telah menolong mereka. Hari
mulai gelap dan suasana di hutan semakin sunyi.
Nenek tersebut menawarkan untuk menginap di rumahnya terlebih dahulu, karena keadaan tidak mendukung Asri
dan Pandu untuk melanjutkan perjalanannya kembali.
Setelah berpikir dengan masak, akhirnya mereka memutuskan untuk menginap
semalam, dan lusa akan kembali melanjutkan perjalanan.
Komplikasi
Setelah berbenah, Asri dan Pandu berpamitan pada sang
nenek untuk melanjutkan perjalanan. Mereka terus menerus melangkahkan kakinya
dihutan yang rindang itu. “Ndu, sepertinya kita sudah
berjalan cukup jauh dari rumah nenek tadi. Kita istirahat yuk!” ajak Asri
sembari duduk dibawah pohon yang berdaun lebat. Tak jauh dari tempat mereka
beristirahat, terlihat sebuah benda kecil yang sudah rapuh dan usang. Karena penasaran, mereka pun mendekati
benda itu. “Wah, Sri, ini peta,” pekik
Pandu. “Betul juga kamu, Ndu. Bagaimana kalau ini peta harta karun?” khayal
Asri. “Kamu ini!, Mana ada jaman
sekarang harta karun?! Makanya, jangan terlalu banyak baca komik! Sudahlah
jangan berpikiran yang tidak-tidak,” ujar Pandu tertawa. Lalu ia melanjutkan, “Bagaimana kalau kita
telusuri saja peta ini, Sri? Mungkin sebuah petunjuk?!” seru Pandu bersemangat.
“Wah kamu
ini, sama saja,” ujar Asri dengan senyum mengejek. Karena sama-sama penasaran, mereka pun akhirnya
jalan mengikuti arah peta yang ditemukan tadi.
“Cuaca terlihat mendung ya Ndu, sepertinya akan turun
hujan” kata Asri. “Iya benar katamu Sri,
kita harus segera mencari tempat berteduh” jawab Pandu santai. Setelah lama berkeliling mencari
tempat untuk berteduh, Pandu pun melihat sebuah gua. Mereka masuk kedalam gua tersebut karena
hujan sudah mulai turun. Tiba-tiba, terdengar dari arah barat gua suara gemuruh yang sangat keras. Asri
dan Pandu pun terkejut. “Suara apakah itu?” tanya Pandu curiga. “Entahlah aku juga tidak tahu. Bagaimana
kalau kita selidiki saja asal suara itu.” usul Asri. Pandu pun mengangguk setuju. Mereka bergegas pergi
kearah datangnya suara.
Asri dan Pandu terus berjalan
memasuki gua. Semakin
kedalam, suasana disekitarnya makin sunyi mencekam. Yang terdengar hanyalah
suara kelelawar bergelantungan dilangit-langit gua. “Pandu, aku takut, disini banyak
sekali kelelawar. Aku juga tidak bisa melihat dengan jelas. Sepertinya kita
tersesat, nih!” ujar Asri ketakutan. “Tenang, Sri tidak apa-apa. Mereka tidak
akan menyerang kita kalau kita tidak mengganggu mereka.” kata Pandu menenangkan
Asri.
Setelah perjalanan cukup lama, Asri melihat ada cahaya
kecil yang berada tak jauh dari mereka. “Lihat Pandu, kita akan selamat! Itu
jalan keluarnya!” tunjuk Asri melompat dengan kegirangan. Mereka pun berlari
mendekati cahaya itu. Namun, raut wajah mereka yang tadinya gembira berubah menjadi
kecewa. Harapan mereka untuk keluar dari gua pupus begitu saja. Ternyata cahaya
itu adalah kunang-kunang, bukan jalan keluarnya. Asri mulai menangis,
“Hiks..hiks, aku mau pulang, Ndu. Bagaimana ini? Hari sudah mulai malam, tetapi
kita belum juga menemukan jalan keluar. Hiks..hiks..huaa...,” tangis Asri makin
keras.
“Tenanglah, Sri. Mari kita beristirahat saja sebentar.
Aku masih punya sepotong roti sisa kemarin.” ujar Pandu sambil memotong roti
menjadi dua bagian sama besar. “Aku
haus, Ndu. Persediaan minumku sudah habis dan aku belum juga minum sejak tadi
pagi,” rintih Asri. “Tahan saja,
Sri. Mau bagaimana lagi, disini pasti tidak ada air bersih untuk kita minum.” Asri yang mendengar jawaban Pandu
pun hanya bisa tertunduk sedih.
Asri mencoba untuk bangkit. Namun, tubuhnya yang lemas, tak kuat lagi untuk
berdiri. Saat akan duduk kembali, Asri
pun terpeleset. Ia tak sengaja mendorong
batu yang cukup besar hingga kakinya terjepit batu itu. Alhasil, kaki Asri pun terluka dan berdarah
cukup banyak. “Aduh, kakiku sakit
sekali, Ndu. Ini terjepit, dan
sepertinya cukup parah. Aku tak akan
bisa berjalan kalau seperti ini. Tuhan
tolong!!,” rintih Asri sambil menahan rasa sakitnya. Pandu melihat kaki Asri yang terluka, bingung
ingin melakukan hal apa untuk menolong sahabatnya itu.
“Waduh, bagaimana ini, Sri? Apa yang harus aku
lakukan? Biasanya kan kalau terluka, kita gunakan obat merah, tapi mana mungkin
ditempat seperti ini ada,” keluh Pandu bingung.
“Coba tolong kamu carikan daun senduduk, Pandu. Mungkin disekitar sini
ada. Daun senduduk kan tumbuh liar, jadi
bisa saja daun ini muncul disekitar kita,” kata Asri memberi penjelasan sambil
mengurut kakinya. “O iya kenapa aku bisa
lupa? Oke, kamu tunggu sini, aku akan kembali dalam waktu cepat. Tak akan lama,
Sri!” teriak Pandu yang sudah jauh dari tempat Asri berada.
5 menit kemudian, Pandu sudah
membawa beberapa daun senduduk ditangannya. “Pandu, tolong ambil sapu tangan
kecil disakuku sebelah kanan. Kamu tidak lupa cara mengobatinya kan?” tanya
Asri memastikan. Pandu mengangguk. Dengan cekatan Pandu mengobati luka Asri
dengan daun senduduk itu. Setelah
selesai, ia membungkus luka Asri yang sudah ditempel daun senduduk, menggunakan
sapu tangan. “Sudah selesai. Kita tunggu
sajalah keajaiban yang diberikan Tuhan kepada kita. Yang bisa kita lakukan saat ini hanyalah
berdo’a, Sri,” ucap Pandu mengingatkan.
“Aku pasrah saja deh, Ndu. Mati disini pun tak apa. Kalau aku mati, katakan pada orang tuaku ya bahwa
aku menyayanginya” pinta Asri dengan terisak-isak. “Ayo, Sri kamu harus kuat, jangan seperti
difilm-film dong. Aku jadi takut, nih!” ujar Pandu merinding ketakutan. Tak berapa lama, mereka sudah tertidur karena
kecapekan.
Beberapa menit kemudian,
terdengar tangis seorang wanita yang merintih-rintih kesakitan. Pandu yang
belum memejamkan matanya pun segera beranjak dari tempatnya. “Suara mengerikan apa, itu?” terka Pandu
dalam hati. Terlihat dari kejauhan, sesosok wanita berlumuran darah yang
berjalan mendekati Pandu. Pandu yang masih ketakutan pun tidak bisa
menggerakkan seluruh anggota tubuhnya. Makin lama, wanita misterius itu semakin
mendekati Pandu.
“Sri.. Sri.. Cepat, ayo bangun!”
teriak Pandu dengan gemetaran.
“Kenapa sih, Ndu teriak-teriak?
Mengganggu saja!” jawab Asri kesal sambil mengucek-ucek kedua matanya.
“Itu Sri, Itu! Lihat!” tunjuk
Pandu dengan gemetaran.
“Ada apa sih? Itu apa?” Asri pun
segera memalingkan wajahnya untuk melihat apa yang Pandu tunjuk.
“Huaa.. SETAN!!” jerit Asri.
Mereka segera merapatkan diri dan
saling berpegangan tangan. Wajah dan tangan mereka pun pucat karena ketakutan.
“Waduh, bagaimana, Sri? Tamatlah
riwayat kita” ucap Pandu menelan ludahnya. Ia pun melajutkan, “Bagaimana kalau
wanita itu mau mencekikku? Hii.. ngeri! Aku belum mau mati disini,” jerit Pandu
lemah yang ternyata phobia hantu.
Bayangan itu semakin terlihat,
makin mendekat menuju tempat di mana Asri dan Pandu berada. Ketika diantara
mereka hanya berjarak enam langkah, tiba-tiba…
“LARI! Selamatkan dirimu, Sri!!!”
teriak Pandu dengan kerasnya.
Ia dan Asri pun segera berlari.
Berlari tanpa tujuan. Mereka tidak mempedulikan lelah yang melanda diri mereka
masing-masing. Yang ada dipikiran mereka saat ini ialah, berlari
sekencang-kencangnya, dan menyelamatkan diri dari wanita misterius yang
sepertinya ingin memakan mereka.
Hosh! Hosh!
“Pandu, aku capek nih. Berhenti
dulu, ya!” ujar Asri dengan nafas memburu.
“Baik, Sri. Itu, duduk disana
saja!” tunjuk Pandu pada sebuah tempat yang dekat dengan kolam air.
“Wah, Ndu, itu air. Aku sudah
sangat haus, nih! Sebaiknya aku ambil saja ya air itu untuk kita minum,” kata
Asri sembari melangkahkan kakinya menuju kolam.
Asri pun mencelupkan tangannya.
Namun, ada yang aneh dari tangan Asri. Ia merasakan ada sesuatu yang mengenai
tangannya dan berasa lunak. “Hii.. Apa
ini?? Telur katak?” ujar Asri sambil menjerit-jerit. Pandu yang melihat tingkah
laku Asri pun segera menghampirinya, “Kenapa, Sri?” selidik Pandu. “Ih, ini
jorok! Huah, tanganku mengenai telur katak, dan baunya busuk sekali.,” jawab
Asri sambil mencium bau telur katak itu dari tangannya. “Sebaiknya kita pergi
saja yuk dari sini sebelum ada hal-hal mengerikan yang terjadi,” ajak Pandu pergi
meninggalkan Asri.
Terlihat oleh Asri, sesuatu yang
bergerak perlahan didekat semak dan makin lama makin mendekat, dan sekarang
sudah berada diatas kaki Asri.
“Huaa.. Ular!!” Asri yang melihat
ada ular tak jauh dari tempatnya berdiri pun segera lari terbirit-birit.
“Pandu, ayo cepat lari. Ada ular besar dibelakangmu,!!” seru Asri yang sudah
berlari mendahului Pandu. “Eh, Sri tunggu aku,!” teriak Pandu dari kejauhan. Pandu
berlari sekuat tenaga. Keringat bercucuran yang membasahi pelipisnya pun tak ia
hiraukan.
Resolusi
Pandu belum juga terlihat batang
hidungnya. Asri pun memberanikan diri menengok kebelakang dan melihat Pandu yang
tampak kesulitan berlari. “Cepat, Ndu pegang tanganku!” Asri pun mengulurkan
tangannya seraya memberikan bantuan. Pandu segera memegang tangan Asri, dan
mereka pun segera berlari bersama menjauh dari binatang berbisa mematikan itu.
“Sudah seberapa jauhkah kita
berlari?” tanya Asri pada Pandu.
“Entahlah, aku juga tidak tahu,
Sri. Lho mana jalannya? Kok menghilang?”
kata Pandu terkejut.
“Aku juga tak melihat apa-apa.
Sepertinya ini jalan buntu, Ndu?” Asri menggeleng-gelengkan kepalanya dengan
lesu.
“Ya sudah sebaiknya kita cari
jalan keluar lain. Hm.. batu-batu ini tidak terlalu besar,” Pandu menunjukkan
beberapa batu yang diambilnya kepada Asri. “Kita gali saja, Ndu. Semoga ini
jalan keluarnya,” harap Asri.
Mereka pun terus menggali,
mengambil batu tersebut satu persatu tanpa mengenal kata lelah. Setelah berjuang
selama 1 jam, mereka pun akhirnya melihat sebuah kabut putih yang cukup tebal.
“Kabut apa ya itu?” gumam Pandu. “Hei, kenapa melamun? Ayo cepat masuk kedalam
sana!” Asri segera menarik pergelangan tangan Pandu. “Aduh, Sri, kamu serius ingin
masuk? Bagaimana kalau kita tersesat lagi?” ujar Pandu was-was. Asri tak
menghiraukan kekhawatiran sahabatnya itu, dan langsung menerobos masuk kabut.
Tak beberapa lama kemudian….
“Hore! Kita berhasil keluar dari gua ini!
Yuhuyy!?” teriak Asri kegirangan.
“In.. ini sudah diluar gua kan, Sri? Wah aku
tidak menyangka kita berhasil keluar. Betul-betul petualangan yang sungguh
mendebarkan,” ujar Pandu lega sekaligus tak menyangka bisa keluar dari gua itu.
“Betul kan apa kataku?? Asri
gitu. Ya sudah, ayo kita lekas pulang sebelum orang satu kampung mencari,!”
Mereka pun bersorak gembira,
berteriak…
“MISI SELESAI!” ujar Pandu dan
Asri bersamaan sambil meninjukan tangannya ke atas langit.
Hahaha…
Tawa mereka menyudahi petualangan
ini.
***THE END***
Komentar
Posting Komentar